Kesantunan Berbahasa:
Analisis Face-Threatening Act Terhadap Tindak Tutur Pemelajar di SMPN 126 Jakarta
Oleh: Ahmad Pelani
7326080134
Mahasiswa Pascasarjana Program Linguistik Terapan
Universitas Negeri Jakarta
Abstract
The purpose of this paper is to analyze students of Junior High Schools' utterance concerning to Face-Threatening Act in their environment (school). Students (male and female) are threated by eight questions consist of two options posibility answer and one optional of their own natural answer related to the posibility utterance during their school time. the research indicated most female students are threatening the negative face, which indicated to personal posession with no-distraction and freedom from imposition, while male students are threatening the positive face, indicated their desire to be approved of self-image and appreciated.
Key words
Face-threatening act, utterance, Junior High School Students, Threatening the positive face, Threatening the negative face
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tindak tutur para pemelajar berkenaan dengan face-threatening act di lingkungan sekolahnya. Para pemelajar, baik laki-laki maupun perempuan diperlakukan dengan delapan pertanyaan yang berisi dua pilihan kemungkinan jawaban, dan satu jawaban ungkapan yang bisa dituliskannya dalam kuisioner yang sudah dikondisikan sesuai dengan ungkapan yang biasa diucapkan dalam keseharian mereka disekolah. Hasil penelitian menunjukan kebanyakan pemelajar perempuan cenderung negatif memiliki potensi ancaman kehilangan muka negatif; yang berarti mereka memiliki harga diri dengan tidak ingin mengganggu dan bebas dari halangan, sementara pemelajar laki-laki cenderung positif memiliki potensi ancaman kehilangan muka, yang berarti selalu memliki keinginan ingin diterima dan dihargai.
Pendahuluan
Kecakapan berkomunikasi, budi pekerti dan kesantunan seseorang bisa terlihat ketika seseorang tersebut bertindak tutur (addresser) dan merespon atau memberi tanggapan (addressee) atas suatu percakapan yang dilakukannya. Kemampuan akan mengutarakan suatu ide dalam percakapan dengan jelas dan sopan bisa membuat orang yang diajak bicara (addressee) merasa nyaman dan bersahabat, namun terkadang dengan disadari atau tidak, setiap percakapan yang terjadi antara addresser dan addressee sering memunculkan implikatur-implikatur yang bisa mengakibatkan face-threatening act (tindakan kehilangan muka) terhadap para pelaku komunikasi ketika strategi komunikasi tidak berjalan dengan baik. Salah satu pelaku komunikasi adalah pemelajar, bagi para pemelajar, lingkungan kedua setelah rumah adalah sekolah, dimana berbagai bentuk pola tingkah laku dan kebiasaan bisa terbentuk disekolah tersebut, contohnya dalam hal berkomunikasi, setiap pemelajar baik laki-laki maupun perempuan memiliki karakteristik tersendiri dalam mengutarakan ide dan gagasannya dalam suatu percakapan tindak tutur, baik dengan pengajarnya maupun dengan sesama pemelajar itu sendiri. Berbagai ujaran, ucapan dan komunikasi yang dilakukan disekolah bisa menjadi fenomena tersendiri dalam kaitannya dengan face-threatening act (tindakan kehilangan muka) yang bisa dijadikan tolak ukur pemelajar tersebut dalam kesantunan berbahasa. Makalah ini bertujuan untuk mengetahui strategi komunikasi tindak tutur pemelajar laki-laki dan perempuan dalam kaitannya dengan potensi face-threatening act (tindakan kehilangan muka) melalui setting komunikasi yang dikondisikan sesuai dengan kemungkinan ujaran yang mungkin terjadi pada saat kegiatan sekolah berlangsung. Semua pemelajar baik laki-laki maupun perempuan diperlakukan sama dengan disuguhkan delapan pertanyaan dala bentuk kuisioner yang berisikan dua pilihan jawaban yang mewakili strategi komunikasi yang bisa mengindikasikan face-threatening act (tindakan kehilangan muka) dan satu pilihan tindak tutur untuk mengetahui kemungkinan ungkapan yang digunakan pemelajar secara alami.
Penelitian Sebelumnya
Penelitian ini merujuk pada beberapa penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan Face-Threatening act, seperti:
- Takanaga Shigeru (2006):Some Observations on Face-Threatening Acts in Japanese OrdinaryConversation. Penelitian tentang Face-Threatening Acts yang dilakukan terhadap empat mahasiswa dengan hasil yang bisa disimpulkan adanya kecendrungan kesantunan negatif sering dilakukan oleh keempat mahasiswa tersebut dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya dalam penelitian yang dilakukan selama satu minggu dengan merekam percakapan yang berhubungan dengan orang lain.
- Liang Guodong & Han Jing (2005): A Contrastive Study on Disagreement Strategies for Politeness between American English & Mandarin Chinese. Penelitian dengan metode analisis kontrastif untuk mengetahui sejauh mana kecendrungan pemelajar Amerika yang berbahasa Inggris dan pemelajar yang berbahasa China mengalami threatening the negative face atau threatening the positive face, dan hasilnya menunjukan pemelajar perempuan lebih cenderung pada threatening the negative face.
Landasan Teori
- Kesantunan Berbahasa
Dari berbagai teori kesantunan yang ada, teori Lakoff bisa dianggap sebagai dasar bagi kesantunan modern, ia menganggap kesantunan berbahasa sebagai suatu sistem hubungan interpresonal yang dirancang untuk menjembatani interaksi antar manusia dengan meminimalisir potensi konflik dan benturan yang bisa muncul dalam komunikasi. Komunikasi yang melibatkan tindak tutur memerlukan prinsip-prinsip kerjasama, Grice (1967) membagi prinsip kerjasama ini dalam empat bidal, yang pertama adalah bidal kuantitas; memberi informasi sesuai dengan yang diminta), kedua adalah bidal kualitas; menyatakan hanya menurut yang kita benar atau cukup bukti kebenarannya, yang ketiga adalah bidal relasi; memberi informasi yang relevan dan yang keempat adalah bidal cara; mengindari ketidakjelasan dalam mengungkapkan dengan berbicara secara singkat dan beraturan. Prinsip kerjasama ini berlandaskan pada kesopanan dan kejelasan dalam berkomunikasi. yang selanjutnya dikembangkan kembali oleh Lakoff (1973) dengan menguraikan prinsip kerjasama ini dengan dua aturan kompetensi pragmatik, 'Jelas' dan 'Sopan'. Sopan yang dimaksud oleh Lakoff merujuk pada (1) upaya tidak menjatuhkan lawan bicara, (2) memberikan pilihan responsi kepada addressee dan (3) membuat addressee merasa nyaman ketika diajak berbicara. Sementara itu, Leech (1983) membagi kesantunan berbahasa dalam enam bidal, yang meliputi: bidal kebijaksanaan (tact), bidal kemurahan hati (generosity), bidal penerimaan dengan baik (approbation), bidal kesederhanaan (modesty), bidal persetujuan (agreement) dan bidal simpati (sympathy).
- Gambaran Face-Threatening negative dan Positive
Face atau martabat yang jika seseorang dalam berbahasa tidak mengindahkan kesantunan maka akan berpotensi kehilangan muka (face-threatening act) akibat tindak tutur yang diucapkannya. face bisa saja positif dan negatif yang terjadi atau berakibat pada pelaku tindak tutur baik karena face atau martabat bermakna penghargaan, harga diri, pandangan publik atas diri seseorang.
Perkiraan ketentuan face berpotensi negatif ketika addresser memiliki kepribadian dan privasi, hak untuk tidak memaksakan sesuatu, bebas dalam bertindak dan tidak memaksakan dalam bertindak tutur. Situasi ungkapannya biasa terjadi pada saat: memerintah, meminta, menyarankan, memberi pendapat, mengingatkan, mengancam, memperingatkan, menawarkan, berjanji, ungkapan iri atau cemburu, kagum, benci, marah dan bergairah. Sementara itu, face berpotensi positif, ketika addresser memaksakan apa yang diungkapkannya dihargai dan diterima. Situasi ungkapannya meliputi: ungkapan ketidaksetujuan, mengkritik, menghina (merasa jijik), keberatan, menuduh, mencerca, ketidak setujuan, emosional yang kasar, ungkapan tabu, ungkapan keberatan dan tidak sepaham, dan memberitakan kabar buruk. kedua potensi ini bisa terjadi dimana saja, dan bergantung pada budaya masyarakat dan tempat dimana tindak tutur terjadi.
Metode Penelitian
Penelitian face threatening act ini melibatkan 36 responden pemelajar laki-laki dan perempuan SMPN 126 yang terletak di Condet Kramatjati Jakarta Timur yang diadakan pada 23 Juli 2009 dengan sampel 16 laki-laki dan 16 perempuan dengan rentang usia antara 13-14 tahun, Metode yang digunakan adalah wawancara, yang dikondisikan dalam suatu kuisioner berisikan 8 butir pertanyaan dan kemungkinan ungkapan responsi ungkapan jawaban yang mengandung potensi negatif kehilangan muka (diwakili oleh ungkapan (a)) dan potensi positif kehilangan muka (diwakili oleh ungkapan (b)). Metode kuisioner yang dibuat kemudian dimasukkan dalam tabel prinsip Hymes, yang mengandung variabel; setting (tempat dimana komunikasi tindak tutur terjadi), participants (pelaku komunikasi yang meliputi addresser dan addressee), purpose (tujuan dari komuunikasi, yang meliputi tema pecakapan), key (situasi percakapan; resmi atau tidak resmi, formal atau informal), content (isi percakapan) dan channel (alat yang digunakan, dalam hal ini adalah alat yang digunakan dalam penelitian).
Hasil Penelitian dan Diskusi
Dari data yang terkumpul, kemudian dianalisis dan dimasukkan dalam tabel variabel Hymes tentang Communicative Component, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel Ungkapan nomor 1: ketika akan berangkat sekolah apa yang kamu ucapkan ke orang tua?
Variabel Hymes | Perlakuan Kuisioner | Potensi Face Threatening Act | |
Laki-laki | Perempuan | ||
Content | a.Bu berangkat dulu, Assalamu 'alaikum" | Negatif | Negatif |
b.Bu berangkat | Positif | ||
Setting | Dirumah | ||
Participant | Pemelajar dan orang tua | ||
Purpose | Izin berangkat sekolah | ||
Key | Informal | ||
Channel | Pernyataan kuisioner no.1 |
Keterangan tabel ungkapan no. 1; pada saat pemelajar ingin berangkat kesekolah, walaupun suasananya informal, ada kecendrungan, baik pemelajar laki-laki maupun perempuan memiliki kesantunan terhadap orang tua mereka dengan hampir semua responden laki-laki dan perempuan berpotensi FTA negatif/ content (a), dan hanya 1 responden laki-laki yang berpotensi FTA positif/ content (b).
Tabel Ungkapan nomor 2: terlambat masuk kelas karena macet
Variabel Hymes | Perlakuan Kuisioner | Potensi Face Threatening Act | |
Laki-laki | Perempuan | ||
Content | a."maaf Pak, saya terlambat.." | Negatif | Negatif |
b."macet, Pak?!" | |||
Setting | Di kelas/ di sekolah | ||
Participant | Pemelajar dan Pengajar | ||
Purpose | Meminta izin masuk kelas | ||
Key | Formal | ||
Channel | Pernyataan Kuisioner No.2 |
Keterangan tabel ungkapan 2: Dari hasil analisis, kecendrungan kesopanan pemelajar terhadap pengajarnya dalam kondisi formal, pada saat terlambat datang kesekolah atau kelas menunjukan potensi negatif pada semua pemelajar, baik itu pemelajar laki-laki maupun perempuan.
Tabel Ungkapan nomor 3: yang kamu ucapkan ketika diminta untuk piket kelas
Variabel Hymes | Perlakuan Kuisioner | Potensi Face Threatening Act | |
Laki-laki | Perempuan | ||
Content | a."Sapunya mana?" | negatif | |
b."Emang gue piket sekarang? | positif | ||
Setting | Di kelas/ di sekolah | ||
Participant | Pemelajar dan Pemelajar | ||
Purpose | Diminta untuk piket kelas | ||
Key | Informal | ||
Channel | Pernyataan kuisioner No.3 |
Keterangan tabel ungkapan no. 3; ada kecendrungan potensi kehilangan muka positif bisa dialami oleh pemelajar laki-laki, dibandingkan dengan pemelajar perempuan, hal ini terlihat dari ungkapan yang mungkin diucapkan oleh pemelajar laki-laki; dengan ungkapan; emang gue piket sekarang? Kecendrungan akan keberatan untuk melaksanakan tugas piket bisa dijadikan indikator kalau pemelajar laki-laki berpotensi mengalami kehilangan muka positif.
Tabel Ungkapan nomor 4: kamu bertemu guru disekolah, dan kamu ingin menyapanya
Variabel Hymes | Perlakuan Kuisioner | Potensi Face Threatening Act | |
Laki-laki | Perempuan | ||
Content | a."ibu apa kabar?" | Negatif | Negatif |
b."Ibu………!!!!! | |||
Setting | Di kelas/ di sekolah | ||
Participant | Pemelajar dan Pengajar | ||
Purpose | Menyapa pengajar | ||
Key | Formal | ||
Channel | Pernyataan kuisioner No.4 |
Keterangan tabel ungkapan no.4; Phatic comminion yang dilakukan oleh pemelajar laki-laki dan perempuan hampir terlihat kesemuanya memiliki kecendrungan potensi kehilangan muka negatif dihadapan pengajarnya, hal ini terlihat dari ungkapan yang diucapkan oleh pemelajar laki-laki dan perempuan semuanya menggunakan ujaran "Ibu apa kabar?", dalam membuka percakapan dengan pengajarnya ketika baru ketemu, dibandingkan harus teriak dengan memanggil ibu pengajarnya.
Tabel Ungkapan nomor 5: jam istirahat tiba, kamu mengajak teman kamu ke kantin
Variabel Hymes | Perlakuan Kuisioner | Potensi Face Threatening Act | |
Laki-laki | Perempuan | ||
Content | a. ?!"."ke kantin yuk..?!" | Negatif | Negatif |
b."ayo ke kantin?!". | |||
Setting | Di kelas/di sekolah | ||
Participant | Pemelajar dan pemelajar | ||
Purpose | Mengajak ke kantin | ||
Key | informal | ||
Channel | Pernyataan kuisioner No.5 |
Keterangan tabel ungkapan no.5; berdasarkan tabel diatas antara pemelajar laki-laki dan prempuan, ada satu keunikan tersendiri, walaupun dengan situasi yang informal antara pemelajar tersebut kesemuanya menunjukan potensi kehilangan muka negatif ketika mengajak temannya ke kantin.
Tabel Ungkapan nomor 6: di kantor TU (Tata Usaha), kamu meminta spidol untuk kelas
Variabel Hymes | Perlakuan Kuisioner | Potensi Face Threatening Act | |
Laki-laki | Perempuan | ||
Content | a. ."maaf mau minta spidol buat kelas 8-9, ada?" | Negatif | Negatif |
b. "ada spidol ngga?!" | |||
Setting | Di kantor TU/ di sekolah | ||
Participant | Pemelajar dan petugas TU | ||
Purpose | Meminta spidol | ||
Key | Formal | ||
Channel | Pernyataan kuisioner No.6 |
Keterangan tabel no.6; dari analisis tabel diatas, semua pemelajar, baik laki-laki maupun perempuan memiliki potensi kehilangan muka negatif ketika berbicara dengan petugas Tata Usaha untuk meminta spidol buat kelasnya.
Tabel Ungkapan nomor 7: kamu belum paham atas apa yang diterangkan oleh guru
Variabel Hymes | Perlakuan Kuisioner | Potensi Face Threatening Act | |
Laki-laki | Perempuan | ||
Content | a."ga paham pak?!" | Negatif | Negatif |
b."iya..nomor 3 belum paham pak" | Positif | ||
Setting | Di kelas/ disekolah | ||
Participant | Pemelajar dan Guru | ||
Purpose | Meminta kejelasan pelajaran | ||
Key | Formal | ||
Channel | Pernyataan kuisioner No.7 |
keterangan tabel no.7; walaupun pada situasi formal ketika tejadi proses belajar mengajar dikelas, hampir sebagaian satu dan yang lainnya diantara pemelajar laki-laki memiliki kecendrungan potensi kehilangan muka negatif dan positif, sementara pemelajar perempuan llebih cenderung memiliki potensi kehilangan muka negatif ketika pengajar menerangkan dikelas dan terjadi interaksi.
Tebel Ungkapan nomor 8: merasa tidak kelihatan atas tulisan yang ada dipapan tulis
Variabel Hymes | Perlakuan Kuisioner | Potensi Face Threatening Act | |
Laki-laki | Perempuan | ||
Content | a."bisa geser sedikit" | Negatif | Negatif |
b."minggir dong" | |||
Setting | Di kelas/di sekolah | ||
Participant | Pemelajar dan pemelajar | ||
Purpose | Minta tolong untuk geser sedikit | ||
Key | Formal | ||
Channel | Pernyataan Kuisioner No.8 |
Keterangan tabel no.8; dari data tabel diatas menunjukan adanya potensi kehilangan muka negatif antara kedua pemelajar, baik itu laki-laki maupun perempuan dalam ungkapan ketika terjadi proses belajar mengajar di kelas.
Penutup
Kesantunan berbahasa merupakan salah satu hal yang perlu diterapkan dan diperhatikan oleh para pengajar disamping adab dan etika mengingat sekolah merupakan rumah kedua bagi pemelajar dan tempat utama dalam mencetak karakter generasi anak bangsa. Dari hasil penelitian yang didapat potensi kehilangan muka positif lebih banyak dilakukan oleh pemelajar laki-laki dibandingkan perempuan, dan bisa saja disetiap sekolah memiliki potensi yang berbeda-beda. Penelitian ini belumlah sempurna dan masih memerlukan beberapa saran untuk hasil yang lebih baik terkait masalah Face Threatening Act
Daftar Pustaka
James, Carl (1980): Contrastive Analysis: Longman. hal 128
Jaszczolt, K.M (2002):Semantics and Pragmatics; Meaning in Language and Discourse: Pearson Education. hal 313
Kridalaksana, H (2008): Kamus Linguistik; edisi Keempat: Gramedia Pustaka. Hal 280
Lakoff (1990):Talking Power; The politics of language in our lives. Glascow. Harper Collins
Liang Guodong & Han Jing (2005): A Contrastive Study on Disagreement
Strategies for Politeness between American English & mandarin Chinese: Asian EFL Journal
Mahyuni (2008): The Socio-Cultural Significance of Valuing Linguistic Politeness; The Theoretical Frameworks; Jurnal Linguistika vol. 15 Universitas Mataram hal 116
Schiffrin, Deborah (1994): Approach to Discourse: Blackwell. hal 147
Takanaga Shigeru (2006):Some Observation on Face-Threatening Act
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.